Telapak tanganmu berkeringat, hatimu dag dig dug, suaramu bagai tersangkut di tenggorokan, itu bukan cinta, tapi SUKA.
Tanganmu tidak dapat berhenti memegang dan menyentuhnya, itu bukan cinta, tapi NAFSU.
Kamu menginginkannya karena tahu ia akan selalu berada di sampingmu, itu bukan cinta, tapi KESEPIAN.
Kamu menerima cintanya, karena kamu tidak mau menyakitinya, itu bukan cinta, tapi KASIHAN.
Kamu bersedia memberikan semua yang kamu suka demi dia, itu bukan cinta, KEMURAHAN HATI.
Kamu bangga dan selalu ingin memamerkannya kepada semua orang, itu bukan cinta, tapi KEMUJURAN.
Kamu mengatakan padanya bahwa dia adalah satu-satunya hal yang kamu pikirkan, itu bukan cinta, tapi GOMBAL.
Kamu mencintainya jika:
1.Menerima kesalahannya.
2.Rela memberikan hatimu, hidupmu dan matimu.
3.Hatimu tercabik bila ia sedih dan berbunga bila ia bahagia.
4.Menangis untuk kepedihannya.
Cinta adalah pengorbanan;
Mencintai berarti memberi diri;
Cinta adalah kematian atas EGOISME dan EGOSENTRISME.
Saya mendapatkan email cantik ini dari Ilona, seorang sahabat lama saya. Email yang mencerahkan bukan? Begitu sederhananya kata CINTA sehingga begitu RUMIT untuk dimengerti. Bagi saya, definisi cinta terbaik terdapat di 1 Korintus 13. Namun, jika ayat-ayat itu diringkas menjadi satu ayat, saya paling senang dengan yang satu ini: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16). Bukankah kasih Tuhan yang dinyatakan secara jelas dan gamblang di dalam ayat ini mewakili ketiga hal di atas, yaitu bahwa cinta adalah pengorbanan, pemberian diri dan kematian atas ego?
Seberapa besar kasih Allah? BEGITU besar. Kok bisa? SATU-SATU-NYA ANAK-NYA dikorbankan-Nya untuk kita. Artinya? Tuhan tidak egois, apalagi egosentris. Sebagai anak Tuhan, kita pun dituntut untuk berbuat yang sama: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:5-8).
Itulah sebabnya jika kita ingin mendapatkan dan memberikan cinta sejati, kita harus mendapatkannya terlebih dulu dari Yesus. Kita tidak mungkin bisa memberi cinta jika kita sendiri kekurangan cinta. Saat memimpin winter camp di Melbourne, saya meminta setiap peserta yang ingin mendapatkan pasangan hidup untuk menuliskan kriteria calon pasangannya di selembar kertas. Salah seorang peserta menuliskan kriteria pertamanya sebagai berikut: “Calon suamiku harus lebih mengasihi Yesus ketimbang mengasihi aku!” Bagiku, inilah kriteria terbaik. Dengan menjadikan Kristus kepala rumah tangga kita, kita akan merasakan cinta sejati di dalam rumah tangga kita.
X.Q.P
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment